Runtuhnya Semangat Belajar
Ah.. kenapa seperti ini? *Fyuuuh! *niupun rambut depan.
Rasanya tuh melihat hasil nilai
anak-anak setelah Ulangan Akhir Semester I itu kayak apa yaa..
Intinya sih sedih. Iya, sedih. Sedih kenapa
hasilnya tidak memuaskan. Masih banyak yang belum tuntas. Kadang hal seperti
ini menjadikan gw down. Apalagi kalau itu merupakan mata pelajaran yang
gw ampu. Karena hal itu, gw jadi kepikiran tentang masa-masa sekolah. Masa dimana
gw menjadi siswa yang tugasnya hanya mengamati, mendengarkan dan memahami
materi yang diajarkan oleh guru.
Pengalaman yang gw alami kalau nilai
hancur sebenernya sih bukan salahnya guru juga. Siswa juga berperan banyak
dalam hal mendapatkan nilai ini. Pernah gak sih kamu dapet nilai jelek? Terus kamu
langsung salahin si gurunya? Kalau dapat nilai jelek sih sebagian besar anak
pasti pernah dapat. Kecuali, anak yang sangat special yang selalu dapat nilai
bagus. Tapi kalau kamu dapat nilai jelek terus salahin guru, itu hal yang
jarang terjadi. Tapi gatau kalau zaman sekarang sih.
Zaman gw sekolah dulu, kalau gw dapet
niai jelek gw langsung intropeksi diri. Keren kan? Hahaha. Begini, bukannya
gimana-gimana. Tapi tergantung anaknya menyikapi nilai yang mereka dapat. Karena,
setiap anak mempunyai kaakter yang berbeda-beda. Ada anak yang mendapat nilai
jelek, merasa angat sedih dan menjadikan murung. Hal itu terjadi manakala
ketika akan ada ujian, anak itu sudah belajar dengan sungguh-sungguh tapi
ketika sudah keluar hasilnya, zonk! Pernah merasakan seperti itu? Gw sih
pernah.
Ada juga anak yang masa bodo ketika
mengetahui hasil ujiannya. Anak ini nih yang harusnya dipertanyakan tentang
keseriusannya sekolah atau belajar. Harusnya kalau nilai kamu jauh dibawah
bagus, harusnya sedih dong, ya kan? Tapi, mungkin saja diluar terlihat masa
bodo, didalam hati menjerit, mencakar-cakar relung hati yang terdalam
*ebuseeet! Eh tapi kalau benar-benar masa bodo sih itu yang bikin guru-guru geleng-geleng
kepala. Gimana gak geleng-geleng kepala coba. Disini misalnya guru sudah
benar-benar memberikan dan menyampaikan materi dengan cukup baik. Tetapi, yang
diajar malah masa bodo. Itu kan rasanya kayak kamu pidato di tengah sawah. Gak ada
bedanya, gak ada yang denger juga gak ada yang perhatian jugaa *ciyeeeh!
*gaknyambung!
Ah, intinya sih kalau guru mendapati
hasil nilai siswa-siswanya yang katakanlah hancur, pasti rasanya sedih sekali. Seperti
gw ini, guru abal-abal, hahaha. Sedih ajaa kalau kaya gini. Gimana nanti kalau
Ujian Nasional coba? Mereka memang belum memikirkan sampai sejauh itu. Tapi,
guru sudah bisa menilai siswa melalui pencapaiannya dalam kegiatan sehari-hari.
Kalau anak-anak dari awal acuh tak acuh dengan materi yang disampaikan guru,
malas belajar, melakukan hal yang merugikan, sebenernya yang dirugikan itu
siapa? Tentunya siswa itu sendiri. Guru hanya sebagai fasilitator siswa untuk
mendapatkan informasi. Siswalah yang harus aktif mengamati, menanya, mencoba,
mengasosiasi, dan mengomunikasikan apa-apa yang sudah mereka dapatkan.
Guru akan senang bila siswa
mendengarkan materi yang disampaikan guru dengan baik. Guru akan merasa
dihargai dan dihormati. Zaman sekarang
pendidikan memang harus diprioritaskan. Zaman sekarang, teknologi berkembang
pesat. Jadi, dibutuhkan SDM yang pandai menggunakan teknologi dengan cermat. Jangan
sampai kita diperbudak dengan teknologi yang menyesatkan. Coba bayangkan,
sekarang internet dengan mudah didapat. Anak-anak pun sekarang mudah untuk
mencari hal-hal apapun dari kegelisahan mereka. Takutnya disini, anak
menggunakan teknologi untuk hal-hal yang tidak baik. Sudah banyak berita yang
menjelaskan bahwa sebagian anak ada yang mengunakan teknologi dengan salah,
terutama di ranah sosial media.
Jadi, setelah tadi gw mencurahkan
kegelisahan yang saat ini sedang gw alami. Gw sih berharapnya semua warga itu sadar akan
pentingnya belajar. Belajar apapun, asal baik. Jangan sampai hanya kalian
percayakan ke pihak sekolah. Karena, belajar itu bukan hanya pengetahuan
semata. Tapi, sikap dan keterampilan juga sangat penting. Makanya itu, mantan
Mendikbud kita, pak Anies Baswedan sampai .menggunakan Kurikulum 2013 supaya
sikap para siswa itu lebih diperhatikan. Diperhatikan dari lingkungan rumah,
sekolah, bahkan masyarakat. Sikap atau budi pekerti memang menjadi problem yang
tiada habisnya. Maka dari itu, kita
sebagai warga harus memberi contoh yang baik terhadap lingkungan sekitar. Namun
sayangnya, pelaksanakan Kurikulum 2013 itu terkesan belum matang. Coba deh
tengok ke setiap sekolah, ketika buku siswa sudah didapat, malah kurtilas
dihentikan sementara. Dan ketika akan diterapkan kembali, buku siswa itu sudah
ada revisinya. Jadi, apa kabar buku yang sudah dari awal di kirim? Itu baru
satu sekolah, belum satu kecamata, satu Kab/Kota, satu Provinsi, bahkan selruh
Indonesia. Berapa banyak pohon yang ditebang untuk membuat buku-buku itu. Ah iya,
konservasi apa kabar?
Comments